Jeanette Barber, yang telah dengan setia membantu
nenek kami yang sakit, memberitahuku tentang teman anak perempuannya di
gereja, Teresa Israel, yang memberikan sebagian livernya untuk
didonorkan kepada seorang teman. Aku bilang, "Jeanette, cerita soal
itu, dong!" Yang mengejutkan, beberapa hari kemudian Jeanette
mengisahkan peristiwa 4 Agustus 2002 itu kepada jurnalis harian
Asheville Citizen-Times, Susan Reinhardt.
Tracy Wilde, yang berusia 20-an tahun, hilang
pengharapan. Ibu dua anak perempuan dari Weaverville ini sekarat karena
penyakit liver, setelah satu dekade mengalami masalah-masalah
kesehatan. Selama hidupnya, dia tidak menginginkan apa-apa kecuali
menjadi seorang ibu yang baik. Setelah 2,5 tahun, dia mendapati bahwa
dirinya membutuhkan liver yang baru. Sejak saat itu, kesehatannya terus
menurun, dan sekarang dia terlalu lemah untuk menggendong
anak-anaknya, memasak untuk mereka, atau berlari bersama mereka di
halaman. Wendy dan Tracy bertemu di gereja pada tahun 1991. Mereka
berteman, tidak lebih dari itu, namun Wendy tidak dapat berhenti
memikirkan anak-anak perempuan yang akan kehilangan ibu mereka. Teresa
Israel juga adalah jemaat gereja itu.
Wendy mendapatkan ide (lebih tepatnya, Tuhan
menempatkan keinginan itu dalam hatinya). Keinginan itu muncul pada
suatu hari di musim panas tahun 2000. Suaminya ingat betul hari saat
Wendy menyampaikan berita yang mengguncangkannya itu: keinginannya
untuk membantu menyelamatkan Tracy. Saat itu dia baru pulang dari
bekerja sebagai staf pembenahan di penjara Craggy, dan mendapati
istrinya berdiri di pintu belakang.
Wendy diam dan menerawang sejenak, menyiapkan diri
untuk apa yang akan dia katakan. Doanya telah terjawab. Bapa Surgawinya
telah memberkatinya dengan keinginan luar biasa yang Wendy rasakan.
"Tuhan," katanya, "ingin aku melakukannya."
Setelah mendapatkan berkat ilahi ini, dia masih
membutuhkan satu hal lagi. Restu dari suaminya. Tidaklah mudah bagi
seorang pria untuk mengatakan, "Ya, Sayang, itu sungguh suatu tindakan
yang mulia." Tidak semudah itu. Keluarga Ballards telah banyak
kehilangan di beberapa tahun terakhir ini, termasuk keguguran tiga bayi
dan ibu Wendy yang meninggal karena kanker.
Akhirnya, kehidupan mereka mulai membaik dan mereka
memiliki dua anak yang cantik, pekerjaan yang baik, dan kesehatan yang
baik. Mereka memiliki rumah yang nyaman di daerah Asheville yang aman,
di mana anak-anak mereka bisa bermain di bak pasir atau ayunan di
halaman belakang.
Tim berdiri di ambang pintu. Istrinya memandang
wajahnya dalam-dalam dengan matanya yang hijau, mata yang sama yang
selalu membuatnya berhenti bernapas, sejak menit pertama dia melihatnya
di musim panas di Pantai Myrtle, S.C., sesaat setelah kelulusan SMA.
Sang istri meletakkan tangannya di perutnya sendiri, di tempat livernya
berada.
"Bagaimana menurutmu?" tanyanya.
"Ini bukan keputusanku," kata Ballards, yang menyanyi
dalam kwartet Christian Gospel pada malam hari dan berurusan dengan
para pengedar obat terlarang, pembunuh, pemerkosa, dan pencuri pada
siang hari di penjara. Ada kelembutan dalam dirinya, sifat lembut yang
tidak terduga dari posturnya yang gagah dan kekar. "Kamu harus
mendoakannya. Bila kamu mendoakannya dan merasakan damai sejahtera,
maka aku akan mendukungmu 100%."
Wendy tersenyum dan berekspresi seperti seorang anak
yang menghampiri ibunya, seorang anak yang ingin mainan baru atau minta
izin untuk tidur lebih lama.
"Aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu," kata Wendy
dengan suara berbisik. Meskipun mereka telah menikah selama
bertahun-tahun dan dan menjadi sangat akrab, cinta mereka sangat kuat,
rasa menghormati sangat dalam. Mereka menghidupi janji-janji nikah
mereka sesuai dengan apa yang Alkitab katakan, dan mengambil
petunjuk-petunjuk untuk memertahankan janji-janji tersebut dari setiap
halaman Alkitab. Tanpa suami yang mendukung di belakangnya, dia akan
mundur, ia sadar permintaannya tersebut terlalu berat bagi ayah
anak-anaknya. Bagaimana mereka bisa mengatur semuanya tanpa sang ibu,
haruskah terjadi sesuatu?
Tim tahu benar siapa istrinya. Dia mengetahuinya saat
dia bertemu dengannya pada tahun 1986, gadis pirang mungil dari
Chapin, S.C., ini adalah wanita yang akan memberikan pakaiannya kepada
orang lain. Atau, seperti yang dia hadapi saat ini, sebagian livernya.
Wendy berdiri di sana, sinar bulan menyinari
rambutnya sehingga seolah-olah ia memakai mahkota. Dia meletakkan
tangannya di perutnya, memandang wajah suaminya dan mengangkat alisnya.
Bila Tuhan mengatakan ya, dan Wendy harus melakukannya, maka suaminya
akan mendukung keputusan yang sangat bermanfaat itu.
Wendy tahu risikonya tidaklah besar. Liver dari
seorang yang sudah meninggal akan memberikan peluang 50-50 bagi seorang
wanita yang sakit. Transplantasi dari donor yang masih hidup dapat
menurunkan risikonya menjadi 25%.
Menurut Wendy, 25% cukup baginya untuk membuatnya mau
berada di bawah terangnya cahaya lampu ruang operasi dan melakukan
pembedahan dari tulang dada ke perut, dan sepanjang sisinya, membuat
pembedahan pada perut seperti simbol Mercedes yang besar. Dia akan
melakukan ini untuk seorang wanita yang bukan saudara kandungnya, bukan
ibunya atau anaknya, atau bahkan sepupunya. Hanya teman. Tapi itu
sudah cukup.
"Dia (wanita sakit itu) dan dua anaknya yang sangat
berharga," pikir Wendy. "Tuhan, mereka harus mengenal ibu mereka.
Inilah yang harus aku lakukan!"
Dengan penuh semangat dan dengan tujuan yang pasti,
Wendy tidak sabar lagi menunggu pagi hari untuk menceritakan hal ini
kepada Tracy.
"Ayo kita beritahu dia," katanya kepada Tim. Dan hari
itu juga mereka menuju ke Weaverville, berbelok ke Marshall, dan
sampai di Shepherd's Branch Road menuju ke bukit di mana terdapat dua
rumah yang jaraknya kira-kira sejauh jarak antartitik tumpu lapangan
kasti. Tracy Wilde dan suaminya tinggal di salah satu rumah itu. Ibu
dan ayahnya di rumah yang satunya.
Wendy melangkah ke beranda depan rumah Johnny dan
Linda Brown. Dia merasakan hatinya berdebar. "Inilah yang harus aku
lakukan," dia mengingatkan dirinya sendiri.
Tracy (kira-kira pada saat itu berusia 26 tahun),
seorang wanita yang lincah dan jujur yang mencintai hidup, namun tidak
didukung oleh kondisi tubuhnya, sedang duduk di ayunan. Dia tampak
kurus dan lemah seperti seorang wanita yang usianya tiga kali dari
usianya sekarang. Tubuhnya penuh dengan luka dan kerusakan organ dalam.
Ini berawal dari radang usus besar yang dideritanya 10 tahun yang lalu
(kira-kira tahun 1990), suatu penyakit yang dia rasa mengganggu
tetapi tidak berbahaya, yang kemudian menjadi semakin parah pada tahun
1999 hingga menjadi penyakit liver yang mematikan. Dokter mengatakan
bahwa dia perlu transplantasi liver dan dokter di Mayo mengatakan hal
ini mungkin perlu waktu 10 -- 15 tahun untuk mendapatkannya. Tracy
menangis, namun kemudian merasakan suatu pesan di hatinya, "Kamu akan
mendapatkan donor liver sehingga kamu bisa sehat. Dalam 2 -- 3 tahun,
kamu akan mendapatkannya. Bukan 10 -- 15 tahun. Dan kamu akan sehat."
Tuhanlah yang mengatakan itu kepadanya.
Sejak tahun 2000 hingga Maret 2002, Wendy tak
henti-hentinya menghubungi koordinator transplantasi di Klinik Mayo
untuk mendonorkan 62% dari livernya (yang akan menjadi pendonor hidup
yang ke-15 pada usia 33 di Mayo), tetapi Mayo menunggu donor dari orang
yang sudah meninggal. Pembedahan itu merupakan sesuatu yang sangat
besar, baik bagi pendonor maupun resipiennya. Sebelum operasi
dilakukan, berat badan Tracy menyusut kira-kira 80 pon dan terlalu
lemah untuk melanjutkan hidup. Tetapi pada 6 Maret 2002, Mayo
menelepon, dan pembedahan dilakukan satu bulan kemudian. Hanya 25%
peluang keberhasilannya. Tetapi tangan Tuhan turut campur; dan lima
bulan setelah operasi, keduanya sehat. Anak-anak Tracy mendapatkan ibu
mereka kembali dan dua wanita itu menjadi sahabat. Jeanette mengatakan
bahwa dia, dirinya sendiri, tahu setiap detailnya, dan kesaksian
mukjizat kesehatan ini penuh dengan detail inspiratif yang bahkan tidak
ditulis di koran.
Sumber : Terjemahan dari situs THE TRUTH...what is it?
0 comments:
Posting Komentar