Sejarah Penganiayaan
Orang-orang Kristen Pakistan seperti S diperlakukan
lebih buruk daripada warga negara kelas dua. Mereka disebut "chora,"
yang artinya "tukang sapu kasta terendah." Mereka adalah orang-orang
yang menjalani pekerjaan yang tidak dikehendaki. Pengadilan, polisi, dan
pihak yang berwenang seringkali berprasangka buruk terhadap orang-orang
Kristen, yang berjumlah hanya 2 persen dari populasi Pakistan. Hukum
agama sedang diterapkan makin mendalam. Hukum ini mengizinkan kekerasan
terhadap orang-orang Kristen atau mereka yang berkeyakinan lain. Hukum
itu juga mengizinkan membunuh orang-orang "agama lain" yang meninggalkan
agamanya. Oleh karena itu, penculikan dan penyerangan S pada bulan
September 2007 bukanlah suatu hal yang luar biasa.
Sekarang S berusia 20 tahun. Ia tumbuh di dalam
keluarga Kristen dan dibaptis pada tahun 2002. Ayahnya meninggal pada
tahun 1990 dan keluarganya -- ibu, saudari, dan kedua saudaranya
berjuang untuk hidup. Kakak laki-lakinya, R, bekerja di sebuah pabrik
kapas untuk menyokong pendidikan S. R memimpin saudara kembar dan ibunya
berdoa setiap malam. R membela orang-orang Kristen di komunitas mereka.
Ia terang-terangan menentang orang-orang "agama lain" yang menyiksa
gadis-gadis Kristen. Mereka mengancam untuk membunuhnya. Suatu kali
beberapa remaja dengan sebuah pistol menghentikan perjalanannya saat ia
melalui ladang tebu tetapi ia berhasil meloloskan diri.
Pada tanggal 3 Juli 2004, tiga orang pria "agama
lain" yang merupakan teman R datang untuk berbicara dengannya. Ia keluar
dan duduk bersama mereka di bawah pohon mangga. Mereka memberinya
minuman yang sudah dicampur dengan pil tidur, dan R tertidur. Salah
seorang dari mereka menembak kepala R, membunuhnya saat itu juga. Ketiga
pria lain membuang mayatnya di alang-alang di samping jalan besar.
Seseorang yang lewat menemukan mayatnya keesokan paginya.
Berseru Kepada Tuhan
Keluarga R saat itu hancur. Mereka telah kehilangan
pemimpin spiritual mereka dan yang menafkahi mereka. S marah. "Aku ingin
melihat para pembunuh itu di balik jeruji besi," katanya. Untuk mencari
keadilan S sudah pasti akan membayar harga yang mahal. Orang-orang di
Pakistan mendanai kejahatan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen.
Pejabat yang korup meminta uang untuk melakukan segala hal. Keluarga
menjual rumah, ternak, dan tanah mereka demi uang untuk membayar proses
kasus peradilan pembunuhan R oleh tiga orang pria tersebut. Setelah dua
tahun, keluarga kehabisan uang. Pihak pengadilan mengatakan kepada
mereka bahwa kasus mereka akan dihentikan jika mereka tidak dapat
membayar.
Lalu datanglah si M. Pada awal perkenalan, M layaknya
seorang pahlawan. Walaupun ia "beragama lain", ia berjanji untuk
menolong keluarga ini melalui kasus ini. Ia mengatakan bahwa ia mengenal
pejabat negara yang akan menolong mereka. M memberikan S beberapa
dokumen seraya mengatakan kepadanya bahwa berkas dokumen tersebut adalah
untuk kasus pembunuhan kakaknya. Beberapa bulan kemudian, S dan
keluarganya mendengar rumor yang beredar di desanya bahwa ia dan M telah
menikah. Ternyata M menggunakan tanda tangan S untuk memalsukan
sertifikat nikah. Para pemimpin desa menekan M hingga ia akhirnya
menandatangani persetujuan perceraian. Tiga hari kemudian, pada tanggal
25 September 2007, M mengendarai sepeda motornya dan menculik S di bawah
ancaman pistolnya.
"Pindah Agama atau Mati"
M menyekap S di lantai paling atas dari rumah
bertingkat dua di balik dua pintu yang terkunci. Setiap malam ia
berkali-kali melecehkan S. Terkadang ia juga datang pada siang hari
untuk melecehkannya. Setelah itu, ia memukuli S. Ia meninju S,
menamparnya, dan menghantamkan kepalanya ke tembok. Sementara M
menyiksanya, S terus berdoa, berseru kepada Tuhan untuk
menyelamatkannya. "Aku terus mengucapkan Mazmur 23, 120, dan 121 di
dalam hatiku. Ayat-ayat itu menguatkanku bahwa Tuhan adalah benar-benar gembalaku, dan Ia akan membebaskanku
segera. Oleh karena itu akan mendapatkan kekuatan," katanya. M berkata
kepadanya, "Jika kamu berpindah agama, aku akan berhenti memukulimu."
Tetapi S tetap teguh, dengan berkata kepadanya, "Kristen adalah agamaku,
bukan 'agama lain'. Aku adalah seorang Kristen, dan jika kamu mau
membunuhku maka bunuhlah aku, tetapi aku tidak akan masuk 'agama lain'."
"Setiap hari, aku memerhatikan pintu," kata S.
Setelah empat bulan dalam penyekapan, pada 11 Januari 2008, M lupa
mengunci pintu. S menyelinap keluar dan melarikan diri ke rumah
keluarganya yang meneteskan air mata sukacita atas kepulangannya.
Mempercayai Keadilan Tuhan
Walaupun mereka kembali berkumpul, keluarga dalam
keadaan yang sulit. Mereka meminjam uang dalam jumlah besar, sekitar 2
juta rupiah dari pemilik usaha pembuatan batu bata untuk mengajukan
kasus penyekapan oleh M kepada pihak yang berwajib. Untuk membayar
hutang itu, semua anggota keluarga bekerja sebagai budak (berdasarkan
perjanjian dengan majikan) di tempat pembuatan batu bata. Di
tempat-tempat inilah, banyak orang-orang Kristen Pakistan, seperti S,
diperbudak oleh hutang mereka kepada pengutang yang kaya. Mereka bekerja
membanting tulang di tempat ini, membuat batu bata dengan tangan
mereka. Semua 11 orang anggota keluarga S tinggal di kompleks tempat
pembuatan batu bata di sebuah rumah kecil tanah liat tanpa ada dapur dan
kamar mandi. Mereka bekerja 12 jam per hari. Untuk setiap 1000 batu
bata yang mereka buat, mereka mendapat upah Rp 30.000. Bahkan keponakan S
yang masih kecil terpaksa ikut bekerja.
Iman dalam Tuhan menguatkan keluarga ini. "Setiap
hari di waktu malam kami mengadakan persekutuan doa di rumah dengan
keluargaku. Aku merasa kuat di dalam imanku ketika kami membaca firman
Tuhan," kata S. Setiap Kamis mereka menghadiri persekutuan doa di Gereja
Apostolik Baru.
Alkitab membantu memulihkan pikiran S juga. Ia
berkata pada perwakilan kami, "Sebelumnya, ketika aku berusaha membawa
para pembunuh kakak saya dan orang yang memperkosa aku ke meja hijau,
aku sulit mengampuni mereka. Aku ingin membalas dendam. Lalu aku membaca
dan mendengar di dalam firman Allah bahwa kita harus mengampuni mereka
yang menganiaya kita. Itu adalah hal yang sulit bagiku -- untuk
mengampuni mereka. Aku memerlukan waktu sekitar setahun untuk melupakan
dan memaafkan mereka. Sekarang, aku telah mengampuni mereka yang
menganiaya aku. Tuhan dapat melakukan apa pun. Ia akan menegakkan
keadilan bagiku."
Dibebaskan dari Perbudakan
Perwakilan kami di Pakistan mendengar kisah S dan
mewawancarainya pada bulan Juli 2008. Satu bulan kemudian perwakilan
kami membayar hutang keluarga tersebut sekitar Rp 2 juta kepada pemilik
usaha pembuatan batu bata. Perwakilan kami juga membelikan sebuah becak,
yang akan digunakan keluarga ini untuk memulai bisnis transportasi.
Adik laki-laki S, ML, akan mengantar penumpang dari desa ke halte bis.
Ia mengharapkan mendapat pemasukan sekitar Rp 500.000 per bulan, yang
akan cukup untuk membayar biaya makan dan kebutuhan hidup keluarga. "Doa
adalah segalanya bagi kami," kata S kepada perwakilan kami. "Kakakku R
selalu mendorong aku untuk berdoa. Ia berkata kita harus berdoa kepada
Allah di dalam setiap keadaan. Keluargaku dan aku telah mengalami
pengalaman yang luar biasa melalui semua ini bahwa Tuhan tidak akan
pernah meninggalkan umat-Nya. Sungguh ini adalah jawaban dari doa."
Perwakilan kami dan keluarga S bersama-sama berdoa mengucap syukur.
S ingin melanjutkan pendidikannya dan ingin menjadi
seorang dokter suatu hari nanti. Perwakilan kami akan membayar biaya
sekolahnya di Sekolah Pemerintah Khusus Perempuan. "Kami merasa ini
adalah suatu kehormatan yang besar dan berkat dari Tuhan bahwa Ia
memakai kami untuk kemuliaan-Nya," tulis perwakilan kami di Pakistan
setelah ia bertemu dengan S. Ia juga baru saja menolong 11 keluarga
Kristen lainnya dari perbudakan pembuatan batu bata. Keluarga S sudah
mulai mengadakan persekutuan doa untuk teman-teman dan tetangga di rumah
mereka, dan S ingin memulai pelayanan sekolah minggu. "Adalah
keinginanku bahwa aku bisa berkhotbah dan mengajar tentang Yesus Kristus
di antara orang-orang dan anak-anak desa kami, sehingga mereka juga
dapat mengabarkan firman Tuhan dan hidup dengan iman yang kuat seperti
aku."
Perwakilan kami di Pakistan menerima sebuah surat
terima kasih dari S atas pertolongan yang diberikan. Ia menulis, "Aku
bersyukur kepada Tuhan yang memberikanku hidup baru. Ia menyelamatkan
aku dari semua masalah. Keluargaku dan aku sangat mengasihi Allah, dan
kami rindu semua orang di desaku berkumpul dan berdoa bersama. Kami akan
mengabarkan firman Tuhan di mana pun di bagian dunia ini." Mari
ingatlah S dan orang-orang yang hidup seperti mereka -- menderita karena
iman mereka di Pakistan. Marilah kita semua berseru memohon pertolongan
Tuhan untuk menjaga dan memberi kekuatan kepada mereka.
Jesus Love You All ^_^
0 comments:
Posting Komentar