Santai, itu kesan pertama yang tertangkap dari sosok Muryanto (52),
petani tembakau dari Temanggung. Sesekali senyum lebar diikuti tawa
renyah menghias ruang tamunya yang berukuran sedang itu. Ceritanya
asyik. Sekaligus menyentak.
Siapa menyangka, di balik penampilannya yang sederhana itu, Muryanto
adalah salah seorang petani tembakau yang berhasil. Dibantu beberapa
orang pekerja, ia menggarap sawah seluas kurang lebih lima ribu meter
persegi untuk ditanami tembakau dan padi sebagai selingan.
TERGIUR
Muryanto mulai bertanam tembakau sejak
tahun 1989. Awalnya tergiur. Tembakau menjanjikan banyak sekali
keuntungan. Proses pemeliharaannya lebih mudah. Hasilnya pun lebih
keliatan. “Apalagi sekarang. Sepanjang sejarah, baru kali ini saya
merasakan nilai tembakau yang sangat tinggi. Bagaimana tidak fanatik,”
ujarnya berkelit saat ditanya soal kontroversi tanaman ini.
Temanggung memang gudangnya tembakau. Iklimnya sangat cocok. Meski
pihak pemerintah, maupun yang lain, pernah menyarankan agar petani
Temanggung mencoba mengusahakan tanaman lain, apa boleh buat, namanya
orang hidup, kebutuhan lebih berbicara.
“Di sini, semuanya dikerjakan bersama sama dengan tetangga. Kita
saling berbagi. Misalnya saya punya lahan setengah hektar, ditanami
tanaman tertentu, hasilnya tidak seberapa. Coba tanam tembakau, di musim
seperti ini hasilnya sangat lumayan,” aku Muryanto.
Saat musim menanam, sehari-hari Muryanto menghabiskan waktunya di
sawah. Bersama beberapa orang pekerja, ia menjaga tanamannya itu dengan
teliti. Kurang lebih empat bulan kemudian, tembakau sudah siap dipanen.
Ilmu kira - kira Muryanto melambaikan tangannya dengan ramah kepada
seorang pengendara motor yang lewat. Sembari berjalan menuju tempat
pemotongan daun tembakau tidak jauh dari rumahnya, ia terus bercerita.
Menurutnya, untuk menggaji para pekerja yang membantunya, ia lebih suka
menggunakan ilmu kira-kira. Berdasarkan niat tepa salira terhadap
sesama. “Yang bantu tidak rugi, buat saya juga tidak terlalu mahal,”
ujarnya.
Di tempat pemotongan, Sriyati, Ramini, Suryati, dan Sukarni, sedang
asyik bercakap-cakap sambil terus memisahkan helai-helai daun tembakau.
Meski tidak lagi muda, mereka tampak ceria dan bersemangat. Untuk
pekerja yang membantu sehari-hari, Muryanto memberi 40 ribu perhari.
Tidak hanya sebagai petani, Muryanto juga jual beras. Caranya rada
nyentrik. Konsumen yang ingin membeli beras bisa telpon langsung, lalu
beras akan diantar sampai rumah. Kualitasnya terjamin karena Muryanto
mengolahnya dari gabah.
“Saya bertekad untuk berbeda dari orang lain. Orang lain bisa tipu sana tipu sini, saya nggak begitu. Garansi pokoknya.”
Laki-laki tiga anak dan satu cucu ini adalah mantan majelis selama 21
tahun. Ia juga masih dijadwal untuk mengisi khotbah di gerejanya, GKJ
Temanggung. Nilai-nilai hidup yang dipegangnya berpengaruh sangat kuat
terhadap masyarakat sekitar. Termasuk soal bagaimana memenuhi kebutuhan
hidup dan meningkatkan ekonomi di negeri ini, yang lebih sering dikutuki
ketimbang dipecahkan.
Sumber: Majalah Bahana, November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar