Pada bulan Juli 1998, saya menikah dengan E dan 11
Agustus 1998 pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Belanda. Tidak
lama saya pun hamil dan pada tanggal 21 Juni 1999, lahirlah putri kami
M. Sejak awal pernikahan, saya berkomitmen, dalam 5 tahun pertama anak
kami, tidak akan bekerja dan akan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya --
menjaga, mendidik, dan memelihara anak kami.
Seperti kehidupan rumah tangga yang lain, masalah
tidak akan bisa dihindari. Berbagai macam perbedaan dan penyesuaian
harus dilakukan dalam banyak hal. Saat terjadi pertengkaran akibat
perselisihan atau campur tangan pihak lain dalam urusan rumah tangga,
yang terpikir hanyalah perceraian. Namun, tiba-tiba saya mendengar ada
suara yang berkata, "Sabar... sabarlah, tetaplah bertahan karena ada
rencana lain dalam hidupmu, ada rencana lain dalam keluargamu. Sabar,
sabar..."
Awalnya, saya pikir ini adalah sugesti saya sendiri
untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga kami. Di tahun keempat dan
kelima, terjadi pergumulan dalam diri saya. Sering kali, ketika saya
sedang mencari informasi dan mempersiapkan apa yang akan saya lakukan
setelah lepas dari komitmen saya sebagai ibu rumah tangga, selalu ada
semacam suara yang berkata, "Bukan ini pekerjaanmu. Bukan ini, nanti ada
pekerjaan lain buat kamu."
Awal April 2004, ketika saya berbicara kepada pemilik
Taman Kupu-Kupu untuk melamar pekerjaan di tempat itu, suara tersebut
muncul lagi, "Bukan ini pekerjaanmu. Bukan ini. Percuma kamu melamar di
sini, kamu tidak akan bekerja di sini." Lalu saya menghentikan
pembicaraan saya dengan pemilik taman itu dan saya menjawab dalam hati,
"Ini bidangku, berurusan dengan taman tropis dan lokasinya juga dekat
dengan rumahku." Lalu dijawab lagi, "Benar, tapi pekerjaanmu nanti bukan
ini. Ada pekerjaan lain buat kamu." Saya diam meskipun sambil
penasaran.
Beberapa hari kemudian ketika sedang bersaat teduh,
Tuhan mengingatkan saya satu ayat yang tertulis dalam Yeremia 29:11-14
-- "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku
mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera
dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan
yang penuh harapan. Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa
kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku,
kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap
hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman Tuhan,
..."
Siang itu saya menyediakan waktu khusus berdoa. Saya
mengutarakan semua yang selama ini terjadi, yang juga menjadi tanda
tanya besar apa sebenarnya yang dimaksud dengan pekerjaan saya nanti.
Saya sungguh-sungguh ingin tahu dan saya sungguh-sungguh mau menurut apa
pun pekerjaan itu. Saat itu saya merasakan semacam ada yang membelai
kepala saya. Siang itu Tuhan berkata kepada saya dengan sangat jelas,
"Pekerjaan adalah melayani keluarga muda Kristen di Belanda, dengan
membuat majalah Kristen berbahasa Indonesia di Belanda, membuat kelompok
doa, membuat kegiatan bagi keluarga muda, membuat badan penampungan
problematika, membuat kegiatan kreativitas anak-anak muda, membuat radio
Kristen berbahasa Indonesia di Belanda, membuat figur keluarga Kristen
dan orang Kristen yang sesuai realita dunia dalam bentuk buku cerita,
majalah, lagu, film, yang semua bertujuan untuk menjadi berkat bagi
orang lain."
Ketika itu saya menjawab, "Tuhan saya belum siap.
Saya ingin kerja dulu dan separuh dari hasil kerja saya akan saya
gunakan untuk menopang pekerjaan Tuhan. Saya belum siap dengan situasi
dan kondisi rumah tangga saya. Saya tidak punya keahlian di bidang
penulisan. Tuhan, suamiku tidak akan mendukungku -- dia memang orang
Kristen, tetapi hanya sekadar orang Kristen saja. Lagi pula pelayanan
ini membutuhkan dana yang tidak sedikit, saya tidak memiliki uang untuk
hal ini. Tuhan, saya masih punya cita-cita dan saya ingin meraih
cita-cita itu. Saya tidak fasih berbahasa Belanda. Tuhan, siapa saya
ini. Saya tidak sempurna -- saya memiliki banyak kekurangan. Dua tahun
lagi Tuhan, saya akan sekolah Alkitab dulu supaya saya lebih siap."
Tuhan berkata, "Mulailah dari sekarang, Aku memakaimu
dan keluargamu. Aku akan memberikan orang-orang yang bisa membantu
pelayananmu, para pekerja-Ku. Bukan engkau yang akan menulis di majalah,
tetapi hamba-Ku. Engkau hanya menghimpun, menghubungi, mengelola, dan
mengatur tulisan-tulisan mereka untuk dimuat di majalah. Melalui
pelayanan yang engkau lakukan, suami akan berubah, bahkan nantinya ia
yang akan membuat pelayananmu menjadi lebih besar. Engkau tidak akan
mengeluarkan uang banyak. Aku akan mempertemukan engkau dengan
orang-orang yang akan menopang keuangan pelayananmu. Pelayananmu tidak
akan menggunakan bahasa Belanda, melainkan menggunakan bahasa Indonesia.
Aku mengenal siapa engkau. Tetapi Aku telah memilih engkau untuk
menjangkau orang-orang yang tertutup dan tidak mau membuka hati mereka
untuk Aku, karena kekerasan hati mereka atau status mereka".
Saat itu saya menangis. Saya membutuhkan waktu --
beberapa bulan untuk saya bisa melakukan pelayanan itu. Dalam pergumulan
yang berat itu, saya meminta banyak tanda dan peneguhan dari Tuhan
untuk menguatkan saya serta keluarga saya. Dari semua yang pernah saya
alami, akhirnya saya mengerti bahwa semuanya ini harus saya jalani.
Tuhan membentuk hidup saya melalui setiap persoalan yang terjadi, untuk
mendewasakan saya. Saya bersyukur boleh mengalami semuanya ini.
Pada tanggal 28 Desember 2004, saya dan suami saya
membuat keputusan yang besar bagi kehidupan rumah tangga kami, yaitu
saya akan mendedikasikan semua hidup saya untuk melayani Tuhan, menjadi
alat-Nya, dan menjadi perpanjangan tangan-Nya. Saya percaya akan
janji-Nya, "Aku akan membuka jalan bagimu. Aku menyertaimu tahap demi
tahap, satu per satu. Aku telah berjanji kepadamu dan Aku tidak akan
mengingkari janji-Ku kepadamu".
"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,
bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak
dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir."
(Pengkhotbah 3:11)
Sumber : Majalah Curahan Hati, Januari 2006
0 comments:
Posting Komentar