Pujian adalah bagian dari kehidupan orang Kristen,
bagian dari doa, dan menjadi bagian dari setiap peribadatan kita. Salah
satu nyanyian yang indah terdapat di dalam Mazmur.
"Kupuji Engkau ya Tuhan! Karena Anak yang Kau kasihi.
Yesus yang telah mati! Mulia bagi-Mu, Haleluya! Amin.
Haleluya! Mulia bagi-Mu, hidupkan kami lagi.
Yesus yang telah mati! Mulia bagi-Mu, Haleluya! Amin.
Haleluya! Mulia bagi-Mu, hidupkan kami lagi.
Lagu pujian ini memuliakan Yesus dan itulah bentuk puncak pemuliaan yang sejati.
Penggubah lagu ini seorang dokter Skotlandia, dr. W.P
Mackay. Setelah bertobat, dr. Mackay menjadi pendeta. Banyak orang
dibawa kepada Kristus melalui pelayanannya. Pertobatannya adalah sebuah
mukjizat. Pengalamannya begitu menawan sebagaimana disaksikannya sendiri
berikut ini.
Sebelum saya menjadi dokter, saya bertugas sebagai
asisten dokter di sebuah rumah sakit. Di tempat seperti itu, seseorang
pasti berkenalan dengan sebagian besar penderitaan manusia. Tetapi, di
tengah-tengah keadaan seperti ini, muncullah buah roh yang sangat
berharga, yang dapat dihasilkan oleh iman kristiani.
Sebenarnya, ini bukanlah hal baru bagi saya karena
sejak kecil saya telah mendapat kesempatan untuk melihat buah roh yang
demikian, khususnya dalam kehidupan ibu saya. Ia seorang perempuan
saleh, penuh perhatian, sering menceritakan tentang Juru Selamat kepada
saya, dan kerap kali saya lihat ia bergumul dalam doa demi keselamatan
saya.
Tetapi, waktu itu tidak ada sesuatu yang membuat hati
saya tergerak. Semakin dewasa, semakin buruk kelakuan saya. Saya tidak
peduli dengan Tuhan yang disembah ibu saya. Bahkan, saya berusaha
merintangi Tuhan dari pikiran saya. Saya berada dalam bahaya -- tidak
percaya kepada Tuhan sama sekali. Namun, hati nurani saya mengusik dan
mencela diri. Lalu sebuah peristiwa terjadi dan mengubah hidup saya.
Pada suatu hari, seorang yang mengalami luka serius
dibawa ke rumah sakit. Pasien itu tanpa harapan sama sekali;
satu-satunya jalan yang dapat kami tempuh ialah berusaha meredakan rasa
sakitnya. Tampaknya, ia menyadari keadaannya yang cukup parah setelah
jatuh dari tangga yang cukup tinggi. Karena masih sadar, ia bertanya
berapa lama ia dapat bertahan. Sulit untuk mengatakan keadaan yang
sebenarnya kepada orang itu dan sulit pula untuk tidak mengatakan yang
sebenarnya. Saya hanya bisa mengatakan, "Kami akan berusaha, tetapi
Tuhan yang mengetahui yang terbaik."
"Saya percaya dan tahu itu," jawabnya. "Apakah Anda
memiliki kerabat yang dapat kami hubungi?" tanya saya. Pasien itu
menggeleng. Ia sebatang kara di dunia ini. Satu-satunya orang yang ingin
ditemuinya hanyalah induk semangnya karena ia berutang sedikit
kepadanya dan juga untuk mengucapkan selamat tinggal. Ia meminta agar
ibu itu mau membawa "buku itu". "Buku apa?" tanyaku. "Katakan saja buku
itu, pastilah ia tahu," begitulah ia menjawab.
Seminggu kemudian ia meninggal dunia. Saat dinas
kunjungan, saya melihatnya. Yang sangat mengejutkan, wajahnya terlihat
penuh dengan ketenangan, membayangkan kebahagiaan. Saya tahu ia seorang
Kristen, namun tentang itu saya tidak mau berbicara dengannya atau tidak
ingin mendengarnya. Setelah orang itu meninggal, peninggalan orang itu
ditanyakan kepada saya.
"Mau diapakan ini?" tanya perawat kepada saya, sementara ia menunjukkan sebuah buku yang dipegangnya.
"Buku apa itu?" saya balik bertanya.
"Alkitab milik orang miskin itu. Induk semangnya
membawanya pada kunjungannya yang kedua kali. Selama ia mampu
membacanya, ia melakukannya; dan ketika ia tidak lagi mampu membacanya,
ia menaruhnya di bawah seprai tempat tidur."
Saya mengambil Alkitab itu. Ternyata Alkitab itu
milik saya sendiri -- Alkitab yang diberikan ibu ketika saya
meninggalkan rumah. Saat saya kekurangan uang, saya menjualnya dengan
harga murah. Nama saya masih tertera di situ, ditulis oleh ibu saya
sendiri. Di bawah nama itu, ibu menulis ayat yang khusus dipilih untuk
saya. Benar-benar seperti dalam mimpi. Untung saya dapat mengendalikan
diri, agar tidak larut dalam emosi. Dengan berbuat seolah-olah tidak ada
apa-apa dan dengan suara yang biasa saya menjawab, "Buku itu sudah tua
sekali, harganya tidak ada lagi, biarlah saya yang menyimpannya, entah
bagaimana nanti, ya nanti saja."
Alkitab itu saya bawa ke kamar. Buku itu terlalu
sering digunakan. Banyak lembarannya yang lepas-lepas, sebagian lagi ada
yang robek; sampulnya pun sudah rusak. Hampir setiap lembar menunjukkan
bahwa buku itu sering dibaca. Banyak bagian yang ditandai, yang
merupakan ayat-ayat yang sangat berharga. Sebuah kata yang pernah saya
hafal waktu remaja muncul lagi dalam pikiran. Dengan rasa malu saya
menatap buku itu, buku yang sangat berharga. Buku itu menyegarkan
perasaan dan menghibur hari orang yang malang pada saat-saat terakhir
hidupnya. Itulah yang telah menuntunnya kepada kehidupan kekal, yang
membuatnya mati dengan tenang dan penuh kebahagiaan. Buku ini, buku
terakhir pemberian ibu yang telah saya jual dengan harga yang tidak
berarti sama sekali. Cukup sudah. Saya telah menerima kembali Alkitab
yang mendorong saya bertobat.
Suara hati nurani saya tidak dapat diam. Saya bangkit
dan menuju Dia yang penuh kasih sayang, yang telah saya perlakukan
dengan cara kasar, tetapi justru memedulikan saya ketika berada dalam
kesusahan. Kemurahan Tuhan yang menyanggupkan saya percaya, bahwa
Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan
menjadi Pemimpin bagi saya.
Segala puji dan kemuliaan bagi Allah yang telah membeli, mencari, dan membimbing kita sepanjang jalan.
0 comments:
Posting Komentar