Senin, 28 Mei 2012

Kisah Petani dari Temanggung


Santai, itu kesan pertama yang tertangkap dari sosok Muryanto (52), petani tembakau dari Temanggung. Sesekali senyum lebar diikuti tawa renyah menghias ruang tamunya yang berukuran sedang itu. Ceritanya asyik. Sekaligus menyentak.

Siapa menyangka, di balik penampilannya yang sederhana itu, Muryanto adalah salah seorang petani tembakau yang berhasil. Dibantu beberapa orang pekerja, ia menggarap sawah seluas kurang lebih lima ribu meter persegi untuk ditanami tembakau dan padi sebagai selingan.
TERGIUR
Muryanto mulai bertanam tembakau sejak tahun 1989. Awalnya tergiur. Tembakau menjanjikan banyak sekali keuntungan. Proses pemeliharaannya lebih mudah. Hasilnya pun lebih keliatan. “Apalagi sekarang. Sepanjang sejarah, baru kali ini saya merasakan nilai tembakau yang sangat tinggi. Bagaimana tidak fanatik,” ujarnya berkelit saat ditanya soal kontroversi tanaman ini.

Temanggung memang gudangnya tembakau. Iklimnya sangat cocok. Meski pihak pemerintah, maupun yang lain, pernah menyarankan agar petani Temanggung mencoba mengusahakan tanaman lain, apa boleh buat, namanya orang hidup, kebutuhan lebih berbicara.

“Di sini, semuanya dikerjakan bersama sama dengan tetangga. Kita saling berbagi. Misalnya saya punya lahan setengah hektar, ditanami tanaman tertentu, hasilnya tidak seberapa. Coba tanam tembakau, di musim seperti ini hasilnya sangat lumayan,” aku Muryanto.

Saat musim menanam, sehari-hari Muryanto menghabiskan waktunya di sawah. Bersama beberapa orang pekerja, ia menjaga tanamannya itu dengan teliti. Kurang lebih empat bulan kemudian, tembakau sudah siap dipanen.

Ilmu kira - kira Muryanto melambaikan tangannya dengan ramah kepada seorang pengendara motor yang lewat. Sembari berjalan menuju tempat pemotongan daun tembakau tidak jauh dari rumahnya, ia terus bercerita. Menurutnya, untuk menggaji para pekerja yang membantunya, ia lebih suka menggunakan ilmu kira-kira. Berdasarkan niat tepa salira terhadap sesama. “Yang bantu tidak rugi, buat saya juga tidak terlalu mahal,” ujarnya.

Di tempat pemotongan, Sriyati, Ramini, Suryati, dan Sukarni, sedang asyik bercakap-cakap sambil terus memisahkan helai-helai daun tembakau. Meski tidak lagi muda, mereka tampak ceria dan bersemangat. Untuk pekerja yang membantu sehari-hari, Muryanto memberi 40 ribu perhari.

Tidak hanya sebagai petani, Muryanto juga jual beras. Caranya rada nyentrik. Konsumen yang ingin membeli beras bisa telpon langsung, lalu beras akan diantar sampai rumah. Kualitasnya terjamin karena Muryanto mengolahnya dari gabah.

“Saya bertekad untuk berbeda dari orang lain. Orang lain bisa tipu sana tipu sini, saya nggak begitu. Garansi pokoknya.”
Laki-laki tiga anak dan satu cucu ini adalah mantan majelis selama 21 tahun. Ia juga masih dijadwal untuk mengisi khotbah di gerejanya, GKJ Temanggung. Nilai-nilai hidup yang dipegangnya berpengaruh sangat kuat terhadap masyarakat sekitar. Termasuk soal bagaimana memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan ekonomi di negeri ini, yang lebih sering dikutuki ketimbang dipecahkan.

Sumber: Majalah Bahana, November 2011
Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...