TV! Siapa yang gak kenal? Kalo boleh dibilang tabung ini udah jadi
salah satu perangkat rumah tangga wajib. Dengan TV informasi bisa dengan
cepat didapat. Dan sebagai sarana pendidikan atau sekedar hiburan, TV
menjadi pilihan murah meriah dan paling banyak peminatnya. Dengan
kecanggihannya, kita bisa menikmati sajian-sajian menarik dari belahan
dunia manapun, bahkan sampai keluar angkasa, sehingga dunia seakan hanya
seluas layar kaca saja.
Asal Usul
Gagasan awalnya ialah transmisi elektrik dari elemen gambar dan suara
secara simultan yang merupakan lanjutan dari teknologi radio rintisan
Dane tahun 1802. Dane berpendapat bahwa “pesan dapat dikirim melalui
kawat beraliran listrik dalam jarak pendek”. Tahun 1865 James Maxwell
menemukan prinsip baru yaitu gerakan magnetis dapat mengarungi ruang
angkasa melalui gelombang dengan kecepatan 186.000 mil/detik sama dengan
kecepatan cahaya. Tahun 1895 Marconi mengembangkan ide Maxwell dengan
hasil ia dapat menerima tanda tanpa melalui kawat dengan jarak satu mil
dari sumbernya.
W.E. Sawyer (Amerika) dan Maurice Leblance (Perancis) menemukan
penayangan elemen gambar dengan cepat dan berurutan, garis demi garis,
frame demi frame pada tahun 1880. Temuan ini memungkinkan digunakannya
satu kabel/saluran untuk transmisi tahun 1884. Paul Nipkow bapak
per-TV-an dunia menciptakan alat bernama “Jantra Nipkow (Nipkow Disk)”
yang melahirkan TV mekanis (Electrische Teleskop) dengan prinsip gambar
kecil yang dibentuk oleh elemen-elemen secara teratur (Scanning Device)
dan membentuk gambar ketika diputar secara mekanis dengan lingkaran
spiral.
Tanggal 11 September 1928, Alexander dari General Electric di New
York berhasil menayangkan drama TV untuk pertama kalinya di Amrik “The
Queen’s Messenger” plus suaranya disalurkan melalui stasiun radio WGY,
mempergunakan 3 kamera dan siarannya dapat ditangkap oleh TV ukuran 3-4
inci.
Industri TV
Merujuk keberhasilan General Electric menayangkan drama TV pertama
tahun 1928 serta penemuan penting lainnya. Maka industri TV pun lantas
menjamur dan menjadi awal kemunculan berbagai stasiun TV besar seperti
NBC, CBS, yang ada di Amerika.
Eropapun tidak ketinggalan dengan percobaan-percobaan per-TV-annya,
walaupun agak terlambat karena dilanda perang dunia II. Tahun 1948
Jerman memulai siaran TV-nya, Inggris memulai siaran TV-nya sejak tahun
1936 yang terkenal dengan BBC-nya. Italia memulai debutnya tahun 1953
melalui RAI (Radio TV Italiana).
Di wilayah Asia, Jepang merupakan negara paling maju dibidang
per-TV-an. Tahun 1953 Filipina memulai siaran TV-nya disusul Muangthai
pada tahun 1955, Indonesia dan RRC pada tahun 1962. Sampai dengan tahun
1970, negara maju seperti Jepang, Uni sovyet, Inggris, Amerika Serikat,
Jerman barat memiliki lebih dari 100 stasiun TV.
First god
Apa mau dikata, gak beda jauh dengan mandi atau gosok gigi, menonton
TV udah jadi ritual harian yang oleh kebanyakan dari kita diterima
sebagai nasib teknologi. TV menjadi terlalu menggoda untuk tidak
ditonton dengan segala kelebihan yang dimilikinya tersebut, tidak
mengherankan bila anak-anak, orang dewasa bahkan orang tua betah
menghabiskan waktu berjam-jam di depan pesawat TV. Para antropolog
menciptakan suatu istilah latin yang baru bagi penduduk yang berbudaya
gila media ini “Boobis Americanus”. Problem boobis americanus tidak
terbatas pada perangkat TV saja tetapi kini meluas sampai kepada segala
jenis teknologi media. Boobis americanus merupakan keadaan pikiran yang
berkembang menjadi kutu buku, pecandu koran, majalah, radio, dan
komputer bahkan TV karena teknologi-teknologi tersebut begitu memikat.
Seorang pengamat bahkan mengatakan TV telah menjadi ‘the second god”
(atau bahkan mungkin the first god) bagi manusia.
Hati-hati
Dibalik semua manfaat dan kegunaan TV masa sekarang, ada yang perlu kita waspadai.
Sekalipun gak pernah ada yang dapat membuktikan, TV udah dituding sebagai pemicu sikap agresif atau beberapa sikap buruk seperti cepat tergoda untuk membeli sesuatu karena iklan yang ditayangkan di TV, meniru prilaku idola seperti meloncat dari balkon untuk meniru superman, maupun adegan-adegan lain yang mempengaruhi pola pikir penontonnya.
Sekalipun gak pernah ada yang dapat membuktikan, TV udah dituding sebagai pemicu sikap agresif atau beberapa sikap buruk seperti cepat tergoda untuk membeli sesuatu karena iklan yang ditayangkan di TV, meniru prilaku idola seperti meloncat dari balkon untuk meniru superman, maupun adegan-adegan lain yang mempengaruhi pola pikir penontonnya.
Suatu penelitian lintas budaya mendapati bahwa jika sebuah keluarga membeli TV, komunikasi pribadi dalam keluarga berkurang dari sekitar 14 sampai 19 menit perhari. Selain itu acara hiburan TV secara tak langsung mengajarkan setidaknya 4 hal di bawah ini:
1. Konsumerisme. Iklan, film, sinetron, dan seluruh sistem
selebriti dalam dunia hiburan adalah sumber konsumerisme. Jangan sampai
kita jatuh dalam perangkap “cinta barang”, perhatikan apakah itu
berguna, tidak begitu berguna atau bahkan tidak berguna sama sekali.
2. Kejahatan sekuler. Dalam cerita film selalu ada tokoh baik dan
jahat. Kebaikan biasanya diciptakan oleh si penulis cerita, bukan
berdasarkan standar Tuhan atau alkitab. Demikian pula dengan kejahatan,
sehingga bisa terjadi yang baik dianggap jahat dan yang jahat dibilang
baik. Juga terciptanya daerah “abu-abu” dimana si tokoh utama biasanya
hidup di sini. Ia tidak jahat tetapi juga tidak seperti malaikat.
Tercipta juga “bohong putih” atau bohong untuk “kebaikan”. Pembunuhan,
pemerkosaan, freesex menjadi sesuatu yang biasa. Tuhan mengajarkan
segala sesuatu yang bukan dari Tuhan maka sebenarnya berasal dari si
iblis.
3. Individualisme. Media massa kini sering menyentuh keegoisan
manusia, setiap kita di dunia adalah untuk melayani diri sendiri, untuk
memaksimalkan kesenangan pribadi dan untuk mengikuti jalan kita sendiri
menuju kebebasan. Padahal siapa yang bisa hidup sendiri tanpa bantuan
orang lain?
4. Keindahan luar. Dunia hiburan mengagungkan keindahan luar
seperti kecantikan luar, bentuk tubuh, busana mewah, trend gaya dsb.
Padahal yang Tuhan lihat dan yang paling penting adalah apa yang dari
dalam/ hati kita.
Hanya Alat
Lalu bagaimana? Apakah anak Tuhan harus hidup “aneh”, jauh dari
teknologi, nggak nonton TV, nggak pake komputer, telepon, dsb? Bahkan
menganggap semua teknologi termasuk TV adalah alat si iblis?
Sebaiknya untuk praktisnya perhatikan beberapa hal di bawah ini :
1. Kita bisa menggunakan teknologi (termasuk TV) untuk memuliakan
Tuhan, memperbesar kapasitas rohani kita dan juga orang lain, seperti
menonton atau membuat acara rohani.
2. Segala sesuatu diperbolehkan tapi apakah segala sesuatu itu
berguna? Manfaatkan TV untuk hal-hal yang berguna, seperti untuk
belajar, menambah wawasan, menambah informasi, ataupun sebagai sarana
hiburan sekedar melepas kejenuhan. Kurangi menonton hal-hal yang dapat
berpengaruh buruk dan merusak pikiran kita.
3. Jangan sampai kita terikat oleh TV. Berapa lama kita diam di
depan TV? Apakah melebihi lamanya waktu kita dengan Tuhan atau keluarga?
Ketika waktunya Tuhan minta kita untuk berdoa atau pergi ke
persekutuan/ kebaktian atau melayani atau setidaknya membantu ortu
apakah kita lebih memilih menonton acara kesukaan kita?
4. Perhatikan juga keempat poin dampak dunia hiburan di atas,
apakah ada yang mempengaruhi kita? Apakah kita menjadi boros karena
selalu tertarik untuk membeli apa yang diiklankan atau yang dipakai si
tokoh cerita? Apakah kita jadi tidak lagi mengerti dengan jelas mengenai
standar kebenaran Tuhan? Apakah kita mengidolakan (memberhalakan)
seseorang/ tokoh/ selebriti?
TV hanyalah sebuah alat, ia bisa dipakai oleh iblis ataupun oleh Tuhan. Tinggal bagaimana sikap kita terhadap teknologi itu.
0 comments:
Posting Komentar