Kita
dapat memilih bagaimana dan dimana kita menabur benih yang telah
diberikan. Kita bisa menabur dalam kedagingan dan menuai lebih banyak
kedagingan; atau kita menabur dalam roh dan mendapatkan hasil-hasil
rohani.
Paulus mengatakan bahwa, "keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan
damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap
Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak
mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan
kepada Allah" (Roma 8:6-8, penekanan huruf tebal ditambahkan).
Menabur adalah sebuah keputusan antara hidup dan mati. Bila memilih menabur untuk diri sendiri, kita mengikat tangan Tuhan sehingga Ia tak bisa memberkati kita. Tak ubahnya seperti berdiri di tengah ladang dengan benih di genggaman, tidak menanamnya, seraya mengharapkan hasil yang lebih banyak. Benih itu tentu tak bisa tumbuh di tangan kita.
Bagian Alkitab ini mengajar prinsip yang lain: Kita akan melayani dimana kita menabur. Bila
menabur ke dalam daging, kita akan mengabdikan diri pada kedagingan;
bila menabur untuk Tuhan, kita melayani Tuhan. Kita tak bisa melayani
keduanya. Yesus berkata, "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua
tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi
yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan
yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon" (Matius 6:24).
Menabur-Sebuah Keputusan Antara Hidup Dan Mati
Dalam
logika sederhana, menabur dalam daging sama dengan menanam semua milik
saya untuk memenuhi kebutuhan sesaat tanpa mengindahkan hal-hal yang
sifatnya abadi. Dalam kasus ini, pendapatan saya dihabiskan untuk merasa
nyaman atau menyenangkan kedagingan dari pada menyimpan dan
menginvestasikan benih yang Tuhan telah berikan bagi saya. Dengan
begitu, saya mengabaikan Tuhan dan menyenangkan diri sendiri. Ketika
kita menabur dalam kedagingan, dalam kebiasaan berkubang dalam dosa,
kita hanya akan mendapatkan lebih banyak kedagingan. Hanya ada satu
ujung bagi kedagingan – mengalami kerugian dan mati.
Tapi,
ketika kita menabur untuk Allah dan KerajaanNya, kita mengakuinya
sebagai Sumber dan satu-satunya yang bisa memberkati kita. Bila kita
memilih untuk menabur demi hasrat sendiri, sebagaimana yang dilakukan
dahulu oleh Adam, kita menempatkan diri kita di bawah kutuk yang sama
(lihat Kejadian 3:17-19). Kutuk itu adalah kita akan berjerih lelah
ketimbang menikmati membanjirnya berkat dan hubungan yang erat dengan
Allah.
0 comments:
Posting Komentar