Penantian panjang Susi Pow
dan Andi Supardi akan datangnya sang buah hati berakhir air mata. Putra
pertama mereka itu harus meninggal hanya berselang 30 menit setelah
dilahirkan. Hal ini menjadi pukulan terberat bagi keluarga kecil mereka.
Pernikahan
Susi dan Andi terlaksana pada 1999. Mereka kemudian memilih untuk
tinggal di Australia dan sengaja memutuskan untuk menunda kehamilan.
Namun rasa rindu untuk menggendong buah hati itu pelan-pelan mulai
dirasakan keduanya, apalagi adik dari pasangan muda ini ternyata sudah
lebih dahulu dikaruniai buah hati. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk
siap melakukan program kehamilan.
"Pada
awal-awal kami biarkan saja, tapi setelah lama kemudian setelah dua
tahun berlalu tidak ada hasil, saya sudah mulai cemas. "apa ada yang
salah pada diri saya?"" ungkap Susi yang mengaku sudah melakukan
berbagai macam cara seperti minum ramuan dari sinshei dan lain
sebagainya.
Susi
dan Andi kemudian memutuskan untuk kembali di Indonesia dengan harapan
mereka bisa segera mendapat buah hati. Perhitungan mereka benar, tidak
lama setelah mereka mulai beradaptasi untuk kembali tinggal di
Indonesia, Susi dinyatakan hamil. Namun berita baik itu tidak bertahan lama. Dokter menyatakan kondisi janin Susi tidak sehat.
"Seperti
jantungnya membesar, pencernaannya bocor, pankreasnya, ginjalnya
semuanya rusak di dalamnya," jelas Susi yang kemudian merujuk ke
beberapa dokter spesialis lainnya namun mendapat hasil yang sama.
"Saya sampai pergi ke empat dokter, semua bilang sama," tambah Susi.
Pernyataan dokter membuat dunia Susi runtuh. Penantiannya selama lima tahun ternyata harus berujung pada kekecewaan.
"Jadinya
rumah tangga stress. Istri saya selalu mengeluh, selalu menggerutu dan
semuanya serba menyalahkan Tuhan," Andi menjelaskan kondisi istrinya.
"Saat
itu karena saya begitu marahnya, saya berteriak "kenapa setelah saya
tunggu sekian lama, kok anak ini bisa nggak boleh hidup?"" ungkap Susi.
Demi keselamatan jiwanya, Susi harus segera menjalani operasi Caesar. "Saya sedih luar biasa karena hari itu saya harus disembelih. Saya pikir semua orang kalau melahirkan
pasti sukacita donk, semua pasti akan senang setelah menunggu sekian
lama mengandung. Tapi kalau saya kebalikannya. Justru saya pergi ke sana
seperti mau masuk ke tempat penyembelihan," Susi menceritakan
ketakutannya.
"Waktu itu saya berdoa kepada Tuhan. Memang kalau Tuhan kasi mujizat, anak itu bisa hidup," ungkap Andi.
Bayi
itu hanya bisa bertahan hidup selama 30 menit, kedukaan pun menyelimuti
Susi dan Andi. "Saat itu pokoknya saya menangis sejadi-jadinya sampai
saya tidak bisa nafas. Sampai suster perlu datang untuk meneteskan obat
untuk melegakan nafas saya karena saya memang langsung sesak nafas,"
Susi menceritakan kedukaannya.
"Saya
bener-bener nggak terima, saya benar-benar sedih. "Tuhan mengapa saya
harus tidak bawa anak pulang? Sedangkan ibu-ibu yang lain itu
mondar-mandir terus di depan pintu bawa anak"," Susi menambahkan.
Paska
kematian bayinya, hari-hari Susi berubah kelam. Berbagai pertanyaan
berkecamuk di benaknya. Namun suatu hari, tanpa sengaja Susi menemukan
sebuah buku yang kembali memberinya semangat untuk menjalani hidupnya.
"Entah
kenapa saya dekati itu Alkitab. Asal sembarang saya buka, yang nongol
(muncul) kitab Ayub. Trus mata saya tertuju pada tulisan "Tuhan memberi,
Tuhan yang mengambil, Terpujilah nama Tuhan". Saya yang belum mengenal
Tuhan langsung menangis sejadi-jadinya, ini memang benar, Dia yang
berhak (mengambil)" Susi bersaksi.
Hal
itu seperti membuka selubung duka dalam kehidupan Susi. Perlahan dia
pun mulai bisa menerima apa yang telah terjadi hidupnya. Tidak lama
berselang, seorang kawan mengundangnya untuk mengikuti pendalaman
Alkitab. Hal ini disambut positif oleh Susi. "Saya ingin tahu, Tuhan itu
seperti apa pribadi-Nya? Sekaligus saya mau cari jawaban, mengapa ini
terjadi pada diri saya?" ungkapnya.
Pendalaman
Alkitab itu membawa pemahaman baru dalam diri Susi. "Banyak yang
terjadi dalam hidup kita itu memang sesuai dengan rencana Dia, tidak ada
sesuatu pun yang luput. Termasuk saya yang mengalami kejadian seperti
ini, pasti ada maksudnya. Kenapa Nicholas (nama bayinya) harus
meninggal, karena supaya saya jadi sadar dan akhirnya saya menerima
Kristus dengan pengorbanan Nicholas. Dan saya yakin berjalan bersama
Dia, saya pasti lebih baik," jelasnya.
Susi
pun menjalani hari-harinya tanpa beban dengan penyerahan diri kepada
Tuhan. Beberapa bulan kemudian, Susi pun dinyatakan kembali hamil. Namun kebahagiaan itu hanyalah sementara. Dokter memvonis Susi hamil tanpa janin, dan harus kembali menjalani operasi.
Susi
tidak mudah menerima kenyataan ini, namun setelah berkonsultasi dengan
banyak dokter dan mendapat jawaban yang serupa. "Saya sampai ke tiga
dokter, semua bilang sama. Tidak ada kehidupan," jelas Susi yang harus
kembali menelan air mata.
"Sedih,
saya sangat sedih. Saya bahkan sampai berpikir "saya dua kali mengalami
ini, sebenarnya saya ada dosa apa?"" tambah Susi yang kembali putus
asa.
Enam bulan berikutnya, Susi kembali hamil.
Namun hatinya terlanjur hambar. Dia bahkan meragukan apa kata dokter
dan meminta dokter untuk kembali memeriksanya. "Itu mesin USG saya sudah
trauma, saya sudah tidak mau lihat lagi," jelas Susi.
Ternyata
ketakutan Susi tidak terbukti. Waktu yang bergulir membuktikan bahwa
janin yang dikandungnya dalam keadaan sehat dan sembilan bulan kemudian,
seorang bayi yang cantik akhirnya dilahirkan dari rahimnya.
"Saya
merasa takjub. Selama sepuluh tahun menunggu inilah momen yang saya
tunggu itu. Waktu yang pertama saya rasakan neraka turun, kalau ini saya
rasakan surga turun. Bener-bener itu bisa kita rasakan di bumi.
Pokoknya tidak terlukiskan, saya bisa menggendong dan merasakan Kimmi
bisa ada di pelukan saya itu luar biasa," Susi menceritakan
kebahagiaannya.
Hal
yang sama juga dirasakan Andi yang tiada henti mengucap syukur kepada
Tuhan. "Saya merasa luar biasa sekali. "Tuhan terima kasih Tuhan, Kau
telah memberi anak ini kepada kami untuk dipercaya," Andi bahagia.
Saat
ini, putri Susi dan Andi sudah berusia satu tahun empat bulan dan hadir
melengkapi kebahagiaan kedua orangtuanya. "Sekarang saya baru mengerti,
setelah perjalanan bersama Tuhan sepuluh tahun menunggu Kimberly
dilahirkan, itu ternyata Tuhan itu baik sama saya. Andai kata saya
diberi Kimberly 10 tahun yang lalu, saya mungkin tidak akan sanggup,"
ungkap Susi.
"Tuhan
itu mau memberi pesan kepada saya bahwa saya butuh kesabaran,
kemampuan, kekuatan dan kasih untuk mengambil peran sebagai seorang
ibu," tambah Susi.
Pula
Andi mendapat pelajaran dari peristiwa ini. "Saya belajar untuk lebih
setia lagi kepada Tuhan bahwa kehendak Tuhan itu yang paling utama bagi
kehidupan saya.
"Dan
saya merasa Tuhan benar-benar menyatakan mujizatNya, bahwa selama ini
janji Ku adalah yaa dan amin." Susi menutup kesaksiannya.
0 comments:
Posting Komentar