Selasa, 17 April 2012

Hutan Berusia 298 Juta Tahun Ditemukan Utuh




Sejumlah ilmuwan Amerika dan China tercengang dengan apa yang mereka temukan di bawah tambang batubara dekat Wuda, Mongolia Dalam, China. Sebuah hutan yang diperkirakan berumur 298 juta tahun ditemukan terkubur dalam keadaan utuh.

Para ilmuwan kemudian menyebut temuan itu Pompeii dari periode Permian. Pompeii adalah sebuah kota kuno di Romawi yang ditemukan terkubur abu vulkanik dari letusan gunung Vesuvius.

Seperti halnya Pompeii, hutan rawa ini terjaga secara sempurna sehingga ilmuwan bisa mengetahui di mana setiap tumbuhan awalnya pernah tumbuh. Ini memungkinkan mereka untuk memetakan hutan itu.

Ahli paleobotanis Universitas Pennsylvania, Hermann Pfefferkorn, menyebut temuan ini sebagai kapsul waktu. Pfefferkorn sendiri merupakan salah satu ilmuwan yang tergabung dalam tim.

“Ini merupakan pengawetan yang mengagumkan. Kami berada di sini dan saat menemukan dahan, kami menemukan tunggul dari pohon yang sama. Ini benar-benar sempurna,” kata Pfefferkorn seperti dilansir Gizmodo.

Para ilmuwan menemukan seluruh tumbuhan dan pohon dalam posisi dan keadaan yang persis sama ketika terjadi erupsi, persis seperti Pompeii. Bedanya, Pompeei berasal dari tahun 79 Masehi, sedangkan hutan ini tertutup abu selama 298 juta tahun, selama periode Permian.

Para peneliti menemukan area hutan seluas 10.763 kaki persegi (sekitar 1 kilometer persegi), tersembunyi di bawah sebuah tambang batubara. Mereka menggalinya menggunakan berbagai alat berat. Mereka percaya, pemfosilan hutan terjadi karena terkubur abu dalam volume yang sangat besar yang tercurah dari langit selama berhari-hari.

Sejauh ini, para ilmuwan telah mengidentifikasi enam kelompok pepohonan. Beberapa dari mereka setinggi 80 kaki, yakni Sigillaria dan Cordaites. Ilmuwan juga menemukan sejenis kelompok pepohonan besar, Noeggerathiales, yang sudah dinyatakan punah.

Selama masa Permian pada 299 sampai 251 juta tahun lalu, tidak ada conifer atau bunga. Pada periode ini, tumbuhan yang dihasilkan seperti pakis menggunakan spora, dan benua modern masih tergabung dalam satu daratan luas yang dinamakan Pangaea. Periode geologi ini terjadi pada akhir era Paleozoic, setelah Carboniferous.

Pada zaman ini juga ditemukan binatang. Masa itu merupakan saat kelompok pertama mamalia, kura-kura, lepidosaurs, dan archosaurs mulai berkeliaran di Bumi.

Ilmuwan meyakini bahwa Permian dan seluruh era Paleozoic berakhir dengan kepunahan massal terbesar yang pernah menghapuskan 90 persen laut dan 70 persen spesies darat.

Setelah periode itu, era Mesozoic dimulai dengan periode Triassic. Periode ini merupakan saat mamalia pertama berevolusi, pterosaurus terbang untuk pertama kalinya, dan archosaurs mendominasi Bumi.

Hermann Pfefferkorn mengerjakan proyek penelitian ini bersama Jun Wang dari Akademi Ilmu Pengetahuan Cina, Yi Zhang dari Shenyang Normal University, dan Zhuo Feng dari Universitas Yunnan. Hasil penelitian mereka akan dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.



Berikut adalah lokasi penggalian, terletak di Helanshan utara Pegunungan di Mongolia Dalam, 8km sebelah barat dari Wuda. Daerah yang tertutup abu itu sendiri diperkirakan 10 km dari Utara ke Selatan, tetapi mereka hanya mampu bekerja di daerah 1000sqm. Tambang seluruh 20sqkm.


Asterophyllites longifolius (A) dan terkait Paleostachya jenis strobili (B); Sphenophyllum oblongifolius (C) dan terkait strobili (D), Sigillaria lih. daun ichthyolepis (E)


stem (F), and strobilus (G).


Ferns. (A and B) Pecopteris sp. with sporangia of Asterotheca type; (C and D) Pecopteris hemitelioides with sporangia of Eoangiopteris type; (E and J–K) Sphenopteris (Oligocarpia) gothanii


(F and G) Sphenopteris cf. tenuis; (H) Sphenopteris sp. 1; (I) Sphenopteris sp. 2 with abnormal pinnule (Aphlebia) at the very base of each ultimate pinna, indicating the plant may be a liana.


Ferns. (A) Pecopteris cf. candolleana; (B) Nemejcopteris feminaeformis; (C) Pecopteris orientalis; (D) Pecopteris sp.;


(E) Pecopteris lativenosa; (F) Pecopteris arborescens with abnormal pinna (Aphlebia) at the base


Noeggerathiales. (A–D) Tingia unita: (A) a crown with strobili and once pinnate compound leaves attached to the stem, (B) isolated strobilus, (C) leaf with only large pinnules exposed, and (D) leaf with both large and small pinnules exposed; (E–H) Paratingia wudensis: (E) a crown with strobili and once pinnate compound leaves attached to the stem, (F) leaf with only large pinnules exposed, and (G) with small pinnules exposed after degagement, (H) a number of leaves likely attached to a common stem;


(I and J) Paratingia sp.: (I) a crown with strobili and once pinnate compound leaves attached to the stem, (J) a leaf with both large and small pinnules visible.


Cordaites and cycadophytes. Cordaites sp., (A) bunch of leaves and (B) reproductive organ; (C) Pterophyllum sp.; (D) a cluster of Samaropsis type of seeds; and (E) Taeniopteris type leaves. (Scale bars, 2 cm in A and C–E; 1 cm in B.)Cordaites and cycadophytes. Cordaites sp., (A) bunch of leaves and (B) reproductive organ; (C) Pterophyllum sp.;


(D) a cluster of Samaropsis type of seeds; and (E) Taeniopteris type leaves


sumber :http://www.kaskus.us/showthread.php?t=13220673
Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...