Jumat, 12 Oktober 2012

Menangis = Ekspresi Jiwa


Menangis adalah ekpresi jiwa. Inilah ekspresi mendasar yang melekat pada setiap manusia. Sikap bawaan manusia yang lumrah. Pengkhotbah merangkumnya dalam Pengkhotbah 3:4. “Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa…”.

Menangis juga
salah satu elemen emosional kita. Saat sedih atau senang bisa saja orang menangis. Ungkapan emosi dapat keluar dari diri ditandai dengan linangan air mata. Air mata menjadi makna tersendiri yang terkadang menjadi puncak emosi kita.

Kisah Dua Raja
Kisah tentang linangan air mata tertulis di Alkitab. Salah satu contoh adalah kisah pengalaman Daud. Ia menangis karena pemberontakan anaknya. Bahkan dituliskan ia membanjiri tempat tidurnya dengan air mata. Ia mengadu kepada Tuhan untuk segala pergumulannya. Dalam doanya, ia menangis dan katakan tak sanggup lagi menahan segala sakit hati.

2 Samuel 15:30, mengisahkan Daud melarikan diri ke bukit-bukit diikuti oleh para pengikutnya. Ia melarikan diri sambil menangis. Lihatlah, bahkan seorang raja pun tak segan-segan menangis di hadapan Allah meski ia sedang dilihat banyak orang. Ia tidak berperang untuk melawan Absalom, anaknya, tetapi ia melarikan dirinya kepada Tuhan untuk mendapat perlindungan-Nya. Menangis merupakan hal wajar. Tapi jika menangis, menangislah kepada Tuhan karena hanya Tuhanlah yang mengerti bahasa tetesan air mata kita.

Contoh lain adalah kisah Raja Hizkia (baca 2 Raja-raja 20:1-20). Ia meratap ketika mengetahui tak lama lagi akan meninggal. Namun karena kesetiaannya kepada Tuhan, ia mendapat perpanjangan umur dari Tuhan.

Kesetiaan merupakan nilai tambah yang sangat berarti di hadapan Tuhan. Dalam 2 Raja-raja 18:6-7 tertulis, “Ia berpaut kepada Tuhan, tidak menyimpang daripada mengikuti Dia dan ia berpegang kepada perintah-perintah Tuhan yang telah diperintahkan-Nya kepada Musa. Maka Tuhan menyertai dia, kemanapun juga ia pergi berperang, ia beruntung.” Inilah nilai tambah si penguasa kerajaan Yehuda. Ia berpaut kepada Tuhan. Nilai-nilai tambah ini akan menjadi nilai positif di mata Tuhan. Belum juga Nabi Natan keluar dari istana, Allah telah menyuruhnya kembali untuk mengatakan bahwa Allah telah mendengar doa Hizkia dan melihat air matanya.

Sekali lagi, seorang raja tak terkecuali Daud dan Hizkia tak malu untuk menangis. Bagaimana dengan kita? Sewajarnya kita pun tak perlu malu menangis di hadapan Tuhan. Mazmur 126:5 menulis; ‘Orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan sorak-sorai.’ Saat Daud menangis dalam menghadapi pergumulannya, Tuhan menolong Daud. Saat Hizkia menangis karena penyakitnya, Tuhan menyembuhkan Hizkia. Tak akan dilupakan oleh-Nya orang yang telah menabur dengan mencucurkan air mata. Kita pun akan pulang dengan sorak-sorai.

Tepatlah yang dikatakan Pengkhotbah. Untuk segala sesuatu ada waktunya. Ada waktunya, meski saat kekurangan, kita dituntut untuk menabur. Percayalah bahwa setiap taburan dengan cucuran air mata akan kembali kepada kita dan kita akan menuai apa yang kita tabur dengan kegembiraan. Janji-Nya, kelak airmata akan dihapuskan dari kita, tak ada lagi kesusahan yang melanda hidup kita.

Air Mata Sukacita
Satu lagi cerita tentang tangisan kepada Allah, yaitu tangisan Maria Magdalena yang telah dibebaskan oleh Yesus dari tujuh setan. Dalam Lukas 7:38 tertulis, “Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki- Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.” Air mata Maria bukanlah kesusahan ataupun penyakit atau karena harus menabur pada saat yang sukar, tapi karena rasa syukur kepada Tuhan.

Percayalah bahwa air mata kita ditampung oleh Allah. Ia hitung kesengsaraan kita dan air mata yang tercurah di hadapan-Nya. Kita akan memperoleh mukjizat dari-Nya. Air mata karena sakit, penderitaan, menabur atau karena ucapan syukur yang dibawa dalam doa diperhitungkan Allah.
Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...