Kamis, 23 Agustus 2012

Menegur Jangan Sambil Membandingkan



Saat menegur anak, jangan membandingkan dengan kakaknya atau dengan orang lain. Membandingkan sama dengan menyerang pribadi, karena setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda. Semua anak cerdas, tapi cerdasnya di bidang yang berbeda-beda. Ada yang cerdas kinestetiknya, ada yang cerdas spasialnya, ada yang cerdas matematikanya, tapi sesungguhnya semua anak cerdas. Biarkan mereka belajar dengan caranya sendiri dan dengan kemampuannya sendiri.

Kita boleh membandingkan hanya jika bukan dalam rangka marah, tetapi dalam suasana yang baik, sambil jalan-jalan, sambil liburan, kita bercakap-cakap, lalu kita membandingkan dalam rangka memberikan inspirasi.
“Nak, kamu belajar yang rajin, nanti bisa seperti paman tuh, jadi insinyur, jadi dokter, jadi pengusaha, karena waktu kecil rajin dan dapat juara.” Ini namanya membandingkan dengan orang lain dalam rangka menginspirasi atau memotivasi anak. “Wah, kalau kamu rajin, nak. Seperti anaknya Pak Jarot kamu bisa dapat beasiswa ke Singapura, gratis. Karena dia rajin belajar. Bukan soal pandai atau tidak pandai, kamu juga pandai, tapi dia rajin belajar, maka ia menjadi pandai.”

Kita tekankan karakter rajin, kita bandingkan, tapi dalam situasi yang baik, jangan dalam suasana marah. “Kamu tuh bisa nggak sih rajin kayak anaknya Pak Jarot. Dasar malas!” Anak tidak suka dibanding-bandingkan. Anak akan marah. “Aku ya aku, dia ya dia.”

Anak mau ditegor, anak mau dikoreksi, tetapi kita harus mengoreksi dengan cara yang baik dan benar. Adalah bijaksana jika kita menegur kesalahan tanpa membanding-bandingkan. Dengan demikian kita meyakinkan, bahwa kita menegur karena kita cinta kepada mereka. Karena kita mengasihi dan memperhatikan. Karena kita peduli. Maka kita menegur hanya sebatas kesalahannya saja dan tidak menyerang pribadi.

Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...