Jumat, 04 Mei 2012

Manfaat dan Kerugian Hidup Melajang


Manfaat Hidup Melajang

Paulus berkata, "Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya." (1 Korintus 7:32-33)

Orang yang hidup melajang memiliki lebih banyak waktu untuk mengabdikan hidupnya kepada Tuhan. Mereka bisa punya banyak waktu untuk berdoa, merenungkan firman Tuhan, dan melayani Tuhan, dibanding mereka yang menikah. Sering kali, gereja menerima banyak berkat dari wanita lajang yang setia dan aktif dalam pelayanan. Mereka dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan, yang oleh orang yang sudah menikah dianggap "terlalu menyibukkan". Mereka yang melajang memiliki kesempatan yang lebih besar untuk melakukan hal-hal bagi sesama dan sahabatnya, yang tidak dapat dilakukan orang lain. Misalnya, membawakan makanan kepada orang sakit, mengasuh anak-anak kecil ketika orang tuanya sedang sakit.

Pria lajang juga memiliki banyak waktu luang yang dapat disumbangkan untuk pekerjaan Tuhan. Mereka dapat terlibat dalam pelayanan anak-anak dan remaja. Jika mereka memiliki bakat di bidang musik, kemampuan ini dapat dibagikan kepada anggota jemaat. Selain itu, mereka juga dapat menjadi pelayan yang efektif di kalangan kelompok lajang di gereja setempat.

Manfaat lain yang dinikmati kaum lajang ialah mereka memiliki waktu luang untuk mengadakan rekreasi bersama. Selain itu, banyak kaum lajang mengikuti kegiatan utusan Injil jangka pendek yang dilakukan beberapa badan misi. Mereka mengisi kebutuhan mendesak di daerah-daerah yang membutuhkan guru dan perawat. Mereka lebih mampu menyesuaikan diri dan akomodasi juga lebih kecil.

Kaum lajang juga dapat menikmati penghasilan lebih besar daripada orang yang sudah menikah. Mereka bisa menabung dan berinvestasi dari kelebihan gaji mereka. Kaum lajang juga perlu memiliki asuransi kesehatan dan asuransi penguburan karena tidak memiliki seorang pun yang bertanggung jawab bila ia sedang sakit atau tidak mampu. Saat usia sudah sah menurut hukum, mereka juga perlu memiliki surat wasiat. Dengan manajemen yang baik, mereka bisa melakukan lebih banyak bagi Kristus dalam bidang penatalayanan Kristen, dibanding pasangan suami istri.

Kerugian Hidup Melajang

Salah satu kerugian terbesar hidup melajang ialah kesepian. Ada perbedaan antara hidup sendiri dan kesepian. Menurut McGinnis, "Hidup sendirian bersifat fisik -- orang itu berada dalam situasi di mana tak seorang pun berada di dekatnya. Sedangkan kesepian lebih bersifat psikologis. Seseorang dapat saja memiliki banyak teman, tetapi tetap merasa kesepian." McGinnis mengutip Rark yang mengatakan, "Kesepian ialah ketika Anda dipaksa untuk sendirian, bertentangan dengan kehendak Anda." Ia menyimpulkan: "Sendirian itu positif; kesepian itu negatif". Misalnya, ada waktu tertentu bagi kita untuk sendirian dengan tujuan mengadakan saat teduh dengan Tuhan, atau sekadar menjauhkan diri dari kegiatan orang banyak untuk menikmati saat tenang setelah berinteraksi dengan banyak orang.

Kesepian biasanya bukan suatu masalah jika seorang tinggal bersama orang tuanya. Ada orang yang bahagia ketika mereka sedang sendirian. Kebanyakan orang bisa hidup bermasyarakat, walaupun mereka mungkin menikmati hidup sendirian. Masalahnya menjadi rumit bila orang yang melajang pindah ke dalam situasi yang lain dan harus membentuk kelompok baru. Orang Kristen memiliki keuntungan karena mereka dapat bergabung dengan sebuah gereja lokal, berteman, dan menikmati persekutuan kristiani. Gereja tidak dapat menggantikan posisi orang yang dikasihi, terutama pada hari-hari raya, ketika biasanya keluarga berkumpul di rumah orang tua.

Mereka yang melajang dapat mengatasi masalah ini dengan mengundang orang lain untuk makan bersama dan mengadakan persekutuan pada hari raya. Witte menceritakan bahwa ia sangat merindukan kehadiran keluarganya pada Hari Natal, tetapi ia tidak memperoleh tiket untuk pulang. Ia sebelumnya pernah bekerja di sebuah pemancar radio. Jadi, ia meminta pemancar itu mengumumkan bahwa bila ada kaum lajang yang tidak dapat pulang ke rumahnya, mereka dapat datang ke rumahnya hari itu. Ia menyiapkan hadiah dan makanan tradisional untuk setiap orang yang hadir. Ia mengakui bahwa tindakan ini memerlukan keberanian. Tapi, tindakan ini memberikan manfaat besar, baik bagi dirinya maupun bagi mereka yang menghadiri pertemuan tersebut.

Salah satu solusi untuk mengatasi kesepian bagi kaum lajang -- berjenis kelamin sama -- adalah hidup di bawah satu atap. Mereka dapat membina persahabatan, kesenangan yang sama, dan kasih kepada Tuhan Yesus. Selain itu, ada juga manfaat ekonomis karena biaya perawatan rumah ditanggung bersama. Perlu diperhatikan aspek hukumnya yaitu jika tanah dibeli bersama, maka setiap individu yang terlibat harus memiliki akta. Suatu persetujuan yang rinci dan jelas harus ada, misalnya bagaimana perawatan dilaksanakan. Persetujuan seperti itu mungkin bermanfaat secara keuangan, tetapi hal yang sama juga dapat menjadi bibit persengketaan apabila persahabatan hancur.

Semua orang memiliki kebutuhan untuk dimiliki. Orang yang melajang dapat mengatasi kesepian dengan menjadi anggota kelompok tertentu. Contohnya, menjadi anggota kelompok lajang di gereja, kelompok atletik seperti tim boling. Kelompok semacam ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengadakan persekutuan bersama. Akan tetapi, berada dalam satu kelompok juga tidak dengan sendirinya mengurangi kesepian. Ada saat-saat tertentu ketika seseorang mengalami kesepian dan depresi. Penting bagi orang seperti itu mengenal kasih Allah terhadap dirinya. Sroka menyarankan agar orang yang kesepian mengambil prakarsa untuk menyelesaikan masalahnya. Orang itu harus bisa menerima risiko penolakan.

Jeremiah memberikan lima prinsip untuk menolong kaum lajang mengatasi kesepian. Ia menasihati orang yang kesepian untuk menyatakan "kelajangan Anda, menerima hidup melajang sebagai pemberian Allah, mengizinkan diri Anda bertumbuh, mengaktifkan kelajangan Anda, dan meneguhkan kelajangan Anda dengan ucapan terima kasih."

Revolusi seksual mungkin memengaruhi kehidupan kaum lajang dibanding kelompok-kelompok lain. Dalam masyarakat muncul suatu kebutuhan baru -- seksual, bagi kaum lajang untuk bertemu dengan kaum lajang lainnya di tempat hiburan. Para penganut aliran moralitas baru telah menciptakan gaya hidup baru. Seorang pria lajang dan wanita lajang hidup bersama tanpa menikah secara hukum. Hal tersebut sungguh tak bermoral dan bertentangan dengan iman Kristen.

Seberapa jauh ekspresi seksual diizinkan antara seorang laki-laki dan perempuan Kristen? Dengan semua standar kekudusan hidup yang diajarkan dalam Alkitab, kita beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan ini mudah dijawab dan ditaati. Mereka yang sudah kecanduan dengan gaya hidup moralitas baru dapat memperoleh banyak alasan untuk terlibat dalam pernikahan, namun di "luar pernikahan". Bahkan ketika alasan-alasan itu ditolak, masih tersisa beberapa pertanyaan sulit. Dapatkah seseorang, selama hidupnya tidak melakukan hubungan seks? Dapatkah seseorang yang pernah mengalami kepuasan seksual dengan seorang pasangan, "menyangkali diri" dari perbuatan ini setelah pasangannya meninggal? Apakah dibenarkan untuk berhubungan seks jika Anda sudah menjalin "hubungan yang penuh arti"?

Jawaban Alkitab terhadap pertanyaan semacam itu tentu saja: Tidak! Paulus menulis dalam 1 Korintus 6:18, "Jauhkan dirimu dari percabulan!" Dalam 2 Timotius 2:22, ia memperingatkan Timotius untuk "menjauhi nafsu orang muda". Petrus menasihati orang percaya dengan mengutip seruan Allah kepada umat pilihan-Nya, Israel, "Kuduslah kamu sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:16) Kemudian Petrus menasihati dengan jelas, "Jika engkau makan atau jika engkau minum... lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (1 Korintus 10:31) Seks merupakan karunia Allah dan untuk digunakan dalam pernikahan.

Perbedaan antara seks (sebagai suatu hubungan fisik) dan seksualitas (ekspresi maskulinitas dan femininitas) membutuhkan penekanan. "Seksualitas laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari rencana Allah yang baik". Seksualitas, menurut Smoke, menyangkut keintiman, kasih, perasaan, pertimbangan, kebaikan, perhatian, dukungan, dan kepercayaan. Seksualitas merupakan keterlibatan dengan seseorang secara utuh dan lengkap. Banyak kaum lajang yang berharap membangun hubungan dengan lawan jenis, dan ini termasuk ekspresi dalam seksualitas mereka.

Saling berpegangan tangan, berciuman, dan bentuk lain dari kasih sayang itu perlu dan sehat. Pasangan suami istri harus membicarakan emosi mereka dan bagaimana perasaan mereka mengenai berbagai tahapan ungkapan kasih secara fisik. Misalnya, apa makna ciuman bagi seseorang. Komunikasi memampukan suami istri untuk menarik garis pedoman, sehingga tidak terlibat secara seksual sampai pada tahapan yang sulit, sesuatu yang sulit untuk dibendung lagi. Dengan adanya pedoman, "mereka tidak akan berselisih". Sekali landasan ini disetujui, suami istri bebas menguji kekuatannya dalam bidang-bidang lain dalam hubungan mereka.

Kaum lajang yang belum menerima Kristus harus menilai kembali hubungan seksual mereka karena semakin menyebarnya wabah penyakit Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Penyakit ini merupakan infeksi viral yang disebabkan oleh virus Human Imunologi Deficiency Virus (HIV), yang menimbulkan kurangnya kekebalan tubuh. Mcllhaney memperkirakan bahwa AIDS menyebar melalui pertukaran cairan tubuh yang sudah terinfeksi, produk darah, dan semen (dan mungkin juga ludah atau bahkan air mata). Kebanyakan individu terkena HIV melalui kontak seksual, termasuk hubungan genital secara oral, melalui anus, dan bahkan "French Kiss". Para pemakai obat bius yang menggunakan jarum suntik yang sudah terkontaminasi dengan HIV, dapat juga terkena infeksi. Mcllhaney membuat pernyataan yang menyedihkan, "Tak ada obat untuk AIDS, dan orang yang terinfeksi HIV mungkin akan mengembangkan AIDS, dan akhirnya meninggal karena efek penyakit tersebut. AIDS pada dasarnya merupakan 'hukuman mati'".

Orang yang memilih untuk melajang juga menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan, yang harus diatasi ketika berhadapan dengan teman-teman yang ingin melihat mereka menikah. Biasanya, teman-teman seperti itu sulit untuk mengerti bahwa teman mereka yang melajang hidup bahagia. Seorang wanita menjelaskan kesulitan yang dimiliki rekan sekerjanya untuk memahami mengapa ia tidak menikah. "Ketika saya menceritakan kepada mereka bahwa saya bahagia dan tidak ingin menikah atau menjadi seorang ibu, mereka kelihatan sulit menerimanya. Mereka tidak dapat memahami posisi saya dan saya pikir mereka juga tidak memercayainya." Sebuah survei yang dilakukan pada tahun 1982 menunjukkan bahwa, 55 persen wanita lajang dan 50 persen pria lajang mengatakan bahwa gaya hidup mereka "luar biasa" atau "sangat menyenangkan".

Tak seorang pun dapat menyangkal bahwa ada berkat yang dinikmati oleh pasangan suami istri yang menikah, berkat yang tak pernah diketahui oleh mereka yang melajang. Adalah wajar jika pasangan suami istri mendambakan teman-teman lajang mereka menikah dan menikmati berkat-berkat seperti itu. Konsekuensinya, jika satu pasangan suami istri melihat prospek untuk menolong seorang laki-laki dan perempuan lajang untuk saling mengenal, mereka tidak dapat menahan diri untuk berfungsi sebagai Kupido [Dalam mitologi Romawi, Kupido (bahasa Latin: Cupido) atau Amor adalah dewa cinta, Red.]. Kadang-kadang usaha mereka dihargai dan banyak pernikahan bahagia muncul dari usaha seperti itu. Akan tetapi, dalam banyak kasus, tindakan itu menimbulkan rasa malu baik bagi suami istri tersebut maupun bagi teman-teman lajangnya.

Jika pasangan suami istri memperkenalkan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, atau ikut memupuk persahabatan yang sudah terjalin, hal itu harus dilakukan di bawah sepengetahuan dan persetujuan orang-orang yang dilibatkan. Suami istri yang hidup bahagia harus menyadari bahwa ada orang yang memang tidak mau menikah dan menyadari bahwa ada orang yang tidak membutuhkan pernikahan untuk memperoleh kebahagiaan dalam kehendak Allah. Pasangan suami istri yang tidak bahagia tidak akan mencoba menjadi "mak comblang", karena mereka biasanya ingin kembali hidup melajang dan biasanya tidak ingin mendorong orang lain untuk menikah.
Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...