Sabtu, 26 Mei 2012

Kesaksian - Marina Martin Mantan Atlet Nasional Indonesia


Kebutuhan hidup me-nuntut Marina Martin, mantan atlet Nasional harus berjibaku memenuhi segala kebutuhan hidupnya bersama anak, orangtua dan saudara-saudaranya. Sepuluh kepala dalam satu rumah mengharuskannya bersiaga, baik malam hari atau ketika sinar mentari merekah di ufuk timur demi menafkahi keluarga dengan menjadi pengemudi Taxi wanita.

Marina tak menyangka ke-hidupan rumahtangganya ber-langsung sedemikin cepat suami  meninggalkannya begitu saja bersama kedua buah hatinya. Suami pun tak bertangungjawab untuk biaya kehidupan Marina dan sang anak. Alhasil Marina harus memenuhi kebutuhan keluarganya sendiri.  Dengan kerja kerasnya, kedua anaknya kini dapat bersekolah, bahkan  hingga tamat Sarjana.
    Prihatin
Sejak kecil bakat silat Marina sudah terlihat.  Kemampuannya itu membawa Marina menjuarai silat di berbagai bidang kejuaraan. Kejuaran Kabupaten di Jawa Barat, Kejuaran Nasional, hingga memboyong Emas selama kejuaraan di Singapura, pernah ikut dan menjadi juara di ajang bergengsi ASEAN. Hidup prihatin sudah dijalani Marina sejak lama.  Ketika kecil, ia bahkan sempat berjualan membantu sang bunda membuat kue-kue kecil, menjajakannya dari kampung-kekampung.  Meskipun sang ayah adalah blasteran Jerman, namun bukan berarti seorang yang kaya raya. Marina dan keluarga tetap hidup dalam kesederhanaan yang  mengharuskannya ikut membantu berjualan makanan kecil usai pulang sekolah, ingat mantan atlet nasional ini.

Sedih memang saat pemerintah tak memperhatikan nasibnya sebagai mantan atlet yang telah mengharumkan nama Indonesia di tingkat ASEAN, ungkap Marina.   Namun semuanya ia kembalikan pada Tuhan Yesus. Marina merasa kehidupannya memang sudah garisan Tuhan.  “Siapa sih yang mau hidup susah? Semua pasti menginginkan kehidupan yang layak, enak dan mulus,” tukas Marina.

Sudah berbulan-bulan Marina menggeluti pekerjannya sebagai   pengemudi Taksi, namun tak kunjung merubah garis hidupnya.   Suatu ketika ia mengalami kondisi tidak fit, perasan sedih tiba-tiba menggelayut.  Kemacetan dari pagi hingga sore di Bumi Serpong Damai (BSD) yang tak kunjung usai seolah menambah berat beban yang ditanggungnya.  Marina kemudian memutuskan meminggirkan kendarannya tuk sejenak beristirahat. Tiba-tiba ia menangis lalu berdoa ‘ya Tuhan, kenapa kehidupan saya seperti ini (mengeluh).’ Marina menyalahkan dan terus mempertannyakan mengapa harus menjalani ini semua. Tolonglah Tuhan, saya ingin kehidupan yang layak, saya ingin kehidupan saya berubah! Kalo memang ini sudah jalan-Mu, saya akan terima. Sambil meneteskan air mata dan hatinya terus berteriak didalam keheningan Taksi.

Esok hari, pagi-pagi benar radio calling berbunyi menawarkan order.  Tak menunggu lama, dia pun langsung meluncur ke tempat yang dimaksud.  Sesampai di tempat, seorang pria langsung masuk kedalam Taksi. Marina pun memberanikan diri bertanya “tujuan kita kemana?“ Karsono, nama penumpang Taxi yang dikendarai Marina itu menjawab, “kita ke Menpora ya.“ Saat melihat majalah Mutiara Biru Karsono kaget, wanita sang pengemudi Taksi itu adalah mantan atlet Nasional. Karsono lalu  bertanya kepada Marina perihal pergelutannya di pencat silat. Karsono juga menyarankan agar Marina meperlihatkan semua berkas-berkas selama ia menjadi atlet nasional Indonesia.  Ternyata Pagi itu Marina menjemput salah seorang staff di Menpora, dan sempat membaca majalah Mutiara Biru yang ditulis pak Andri tentang wanita. Salah satu artikel berjudul “Pesilat yang Beralih Profesi“ itu menceritakan tentang dirinya.

Jawaban Doa   
Puji Tuhan! semua doa Marina didengarkan oleh Tuhan Yesus. Ia mendapat penghargaan di bulan Oktober, tepat di Hari Olah Raga Nasional. “Proses Tuhan sungguh ajaib, jika kita berdoa, jangan berharap langsung mendapatkannya, jadi ada proses,” ungkap Pendekar Utama pendiri Pusat Pencak Silat Pajajaran di Bekasi.  Kesetiaaan Marina dalam membangun kehidupan doa tak terlepas dari jasa sang sang ayah.  Ayahnya kerap menasihati, sebelum menginjakkan kaki di bumi agar selalu berdoa mengucap terima kasih kepada Tuhan karena sudah diberikan umur panjang, kesehatan, dan melindunginya di jalan.

Ketika mendapat penghargaan, pihak Kemenpora juga berpesan kepada Marina, kalau seandainya ada atlet dari olah raga apa pun, kabari kami, terutama atlet-atlet yang bernasib sama denganya.  Datang saja langsung ke Menpora, bawa semua berkas, piagam, dan medali yang pernah didapat saat berjuang mengharumkan Indonesia.   

Ketika Marina menjadi atlet belum ada lembaga Menpora, dulu masih KONI. “Atlet dulu tidak se-enak atlet sekarang,” jelas Marina. Sekarang, atlet yang memperoleh mendali emas di Sea Games dijanjikan diberikan hadiah sebesar 200 juta. Sementara di tahun 80-an atlet harus sangat-sangat prihatin, memang apa adanya.
Karena itu, jemaat Gereja Kristen Pasundan GKP Cakung ini berpesan kepada para atlet agar lebih bersemangat lagi. Pemerintah pun diharapkan lebih memperhatikan atlet yang pernah membawa nama baik Indonesia. Sekarang fasilitas yang diberikan pemerintah sudah memadai dibanding dulu. “Atlet telah dihargai oleh pemerintah, mudah-mudahan pihak-pihak yang terkait lebih memperhatikan lagi atlet-atlet yang sudah pernah mengibarkan bendera merah putih, karena menjadi atlet tidak gampang,” tegas wanita pengemudi Taksi ini.
Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...